Apa harus
pakai banget ya? Memandang orang lain dari segi penampilan atau dia kaya dia
enggak. Ya Allah, aku bener-bener nangis lihat video yang nggak sengaja aku
putar. Sebenarnya tulisan pertama aku bukan ini, tapi kok emosi aku bilang,
nulis aja, tulis aja. Ya, kenapa kita harus memandang orang lain sebegitu
rendah?
Walaupun
video itu enggak nyata, karena eksperimen belaka, tapi menurut aku itu social
experiment yang keren banget. Kenapa? Karena lingkungan kita nggak seramah yang
kita bayangkan. Coba lihat videonya di sini. Suami aku kalau jalan ke mall (sesekali, karena dia nggak
begitu suka) suka pakai sandal jepit, kaos oblong dan penampilannya
acak-acakan, nggak pernah sisiran dia. Suami aku masuk Matahar* dengan rasa
percaya dirinya, tapi sama SPG diarahkan ke arah diskon. Ya, wajar! Itu nggak
begitu masalah sebenarnya, aku pun pasti lihat-lihat diskon juga. Cuma, suami
aku waktu itu bukan cari sepatu yang ada ke arah diskon, kebetulan dia cari ke
arah sepatu sport dan beli. Jadi suami aku santai aja dia, nggak gimana-gimana,
karena ada social experiment seperti ini kita jadi tahu kalau lingkungan kita
nggak seramah yang kita bayangkan. Mungkin bisa jadi karena penampilan, jadi
dirasa nggak mungkinlah beli barang mahal. Serem!
Kejadian
kedua di Indische koffie, jadi ceritanya waktu itu, aku, suami, dan temen-temen
bikin usaha. Nah! Usahanya kita itu salah satunya kita titipin di butik restoran
dan cafe itu. Jadi emang wajar banget ya kita keluar masuk ke café itu, karena
ya cek barang, kadang juga makan. Harga di café itu lumayan. Mungkin itu yang
menjadi titik fokus orang-orang yang berada di café itu. Ih kok masuk sini cuma
sandalan, baju nggak jelas, muka biasa aja di bawah rata-rata ya. Bisa bayar?
Mulai
sekarang berhentilah memandang orang lain dengan perkiraan kita sendiri. Misal,
ah dia jelek, dia belum banyak duit, dia ngapain di sini, dia apa sih kok gitu,
ih ngapain, dan masih banyak lagi
hal-hal yang mungkin nggak sengaja kita ucapkan dan menyakitinya. Nggak semua
yang kita lihat itu sama. Mohon maaf juga kalau tulisan aku seperti
menyombongkan diri, sama sekali enggak. Suami dan aku suka makan burjonan juga,
tapi pesennya magelangan ya, porsi banyak yang murah. Sesekali makanlah di
pinggir jalan, nggak semua yang makan di pinggir jalan, mereka yang belum
banyak duit, bisa aja nabung atau emang suka banget suasananya. Iya kan?
Mungkin
tulisan ini kurang banyak dan kurang greget karena aku menceritakan kebiasaan
suami yang apa adanya, ya memang dia seperti itu. Semoga kita menjadi lebih
bijak aja ya ke depan. Kalau ada yang mau cerita pengalamannya boleh banget
loh, nanti aku tambahin di blog ini. Makasih ya. Hehe akhirnya update juga
haha.
nice
BalasHapus:))
Hapus