Saya terkontaminasi keraguan untuk menulisnya, tetapi saya sadar saya harus
menulis ini. Saya juga sadar, saya bukan tipe perempuan yang cepat
rapuh. Saya tidak pernah lelah belajar, belajar dalam hal ini belajar dengan
hal-hal remeh hingga besar. Saya bukan tipe perempuan yang mudah menyerah, semangat
saya berkali lipat. Memilih keputusan yang pada awalnya memang saya yang memilihnya
lalu menjadi kebingungan tersendiri ketika harus mengakhiri. Prinsip saya,
berani memulai, berarti berani sampai finish (sampai benar-benar dalam keadaan
yang baik secara keseluruhan).
Setahun yang lalu terbesit dalam benak saya untuk segera
resign dari pekerjaan namun gagal, setengah tahun kemudian terbesit kembali
namun gagal, dan pada akhirnya setahun kemudian saya benar-benar resign dari
pekerjaan saya. Kalau ada yang
mengatakan, jiwa saya memang tidak ada di sini, tidak benar adanya. Saya meski
butuh uang, meski tiap bulan masih dibantu orang tua, tetapi saya tidak bekerja
untuk uang. Entah mau dibilang saya ada-ada aja silakan. Menurut saya, banyak
hal yang bertentangan dengan prinsip saya. Saya keras kepala ? ya bisa jadi
saya benar-benar keras kepala. Entah bekerja maksimal menurut saya mungkin
berbeda dengan maksimal menurut yang lain. Saya super tega ? silakan apa saja
yang ingin dilemparkan pada diri saya. Bekerja itu selain otak bekerja, hati
juga harus terjaga. Entah ada perasaan tidak nyaman menyelimuti saya waktu itu.
Terus berulang, meski harus melewati semuanya dengan kesabaran.
Saya tidak bersyukur ? Saya pura-pura tidak tahu apa, job seeker melimpah, dan saya pilih resign ? Pertanyaan itu selalu saya diskusikan dengan orang-orang terdekat
saya, beberapa ada yang berkomentar mendukung, ada yang berkomentar jangan. Saya
bersyukur dengan memilih pilihan resign, karena dengan begitu saya menjadi
pribadi yang tentu secara psikologis, saya lebih baik. Produktif atau tidak ?
Saya lebih nyaman sekarang, dan kenyaman saya menjadikan saya lebih produktif
dalam konteks yang lebih luas, iman (berusaha memperbaiki diri) dan
urusan-urusan dunia saya. Banyak saya tahu, banyak sekali yang mengatakan
keluarlah dari zona nyamanmu. Menurut saya itu bohong, pada akhirnya yang
menjadi pilihan adalah pada bagian nyaman seberat apapun resiko ataupun
tanggung jawab.
Jika memutuskan bekerja kembali, apa yang akan dipilih ?
Lihat saja nanti, biar menjadi urusan Allah, meski saya pernah memilih
saya cm bisa komentar bahwa kerja itu butuh kenyamanan...
BalasHapusiya mbak lebih baik seperti itu
HapusKalo ngerasa nggak nyaman, mending putusin aja. Eh.
BalasHapuslanjutin dari lpak sebelah, kakak bahas cewek ya :D
BalasHapus