Kenapa saya tertarik menulis tulisan ini ? Karena
sejujurnya, saya lebih senang dipanggil Dewi ketimbang Siska. Meski begitu,
saya tidak mempermasalahkan hal ini, karena saya yang meminta. Why ? Jadi
begini, cerita itu bermula saat saya memasuki usia dimana saya harus ke
sekolah, memakai seragam biru tua kesayangan, rambut masih dikucir dua saat
itu, dan saat kelas tiga SMP saya baru menggunakan jilbab ke sekolah. Nama guru
matematika saat itu Bu Pairah, beliau sangat sabar, dan luar biasa. Selain Bu
Pairah, guru matematika saya saat itu, Pak Karsono. Pak Karsono ini galak
banget, kalau sisiran klimis, dan rambutnya wangi.
Suatu ketika, beberapa guru kebingungan karena tidak hanya
saya yang bernama Dewi, masih ada dua anak lagi (bayangkan). Demi kesehatan
guru-guru, saya merelakan nama yang melekat dalam diri saya tergantikan menjadi
Siska. Saya tidak dikenal, harus kenalan lagi, mulai dari awal lagi, tapi
ternyata tidak seheboh itu. Hanya kadang saya jadi aneh dengan nama Siska
(awal-awal dipanggil Siska).
Masa-Masa SMA
Saya kira dengan saya SMA saya bisa dipanggil Dewi, meski
teman SMP terlanjur memanggil Siska. Tetapi Tuhan berkendak lain, nama Dewi
lagi-lagi ada di kelas saya waktu itu. Merelakan untuk kedua kalinya, saya
setiap berkenalan dengan teman baru, sering canggungnya, bahkan sampai saya
memasuki perkuliahan. Sebaiknya Dewi atau Siska ya, teman-teman SMP dan SMA
terlanjur mengenal saya dengan Siska, dan saat itu sempat dilema sesaat. Kalian
harus tahu, saat saya memasuki perkuliahan, nama Dewi di mana – mana, alhasil
nama Dewi hanya akan ditemui di lingkungan keluarga besar, dan lingkungan
sekitar rumah.
Suatu ketika, teman SMA saya berniat untuk mengerjakan tugas
kelompok di rumah. Dia jauh-jauh dari Cangkringan ke Turi untuk belajar,
sia-sia saja. Entah, dulu HP kemana ya ? mungkin dia lupa sms saat itu. Jadi
ceritanya, Ibu Fika (sudah berumah tangga, mempunyai satu orang putra, dan
menjadi guru) mau belajar ke rumah, tetapi tidak tahu di mana rumah saya,
alhasil dia bertanya ke tetangga, “Nyuwun sewu, daleme Siska sebelah pundi nggeh bu?” (Maaf, rumahnya Siska sebelah mana
ya?). Tetangga yang sempat ditanya oleh teman saya, menjawab tidak tahu menahu
siapa Siska, teman saya pulang, dan batal belajar.
Saat teman-teman kampus saya ingin ke rumah, saya “wanti-wanti”
(memberi pesan), agar tanya alamat rumah atas nama Dewi bukan Siska. Begitulah
awal mula nama Siska naik ke permukaan, dan nama Dewi tenggelam bagai ditelan
bumi.
0 komentar:
Posting Komentar